
Anggaran Tidak Tersedia Hingga Batas Akhir, KPU Buleleng Bakal Tunda Pilkada Buleleng 2017
KPU Buleleng tengah melakukan pembahasan anggaran dengan Pemkab Buleleng terkait Pilkada Buleleng 2017. Jika sampai batas akhir, 30 april 2016 tidak tercapai penandatangan NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) Pilkada maka KPU Buleleng akan menunda tahapan.
Hal itu disampaikan Ketua KPU Kabupaten Buleleng Gede Suardana usai menerima kunjungan kerja anggota DPD RI Gede Pasek Suardika di kantor KPU Buleleng, Senin 28/3/2016.
Suardana mengatakan KPU Buleleng terus melakukan komunikasi dengan Pemkab Buleleng untuk mendorong anggaran Pilkada sebesar 42.7 Miliar disepakati dalam satu tahun anggaran 2016 dan tertuang dalam satu NPHD.
Namun Pemkab Buleleng masih bersikukuh agar anggaran pilkada dituangkan dalam dua tahun anggaran 2016 dan 2017 serta tertuang dalam dua NPHD. Suardana menyatakan pola yang diinginkan Pemkab tidak memberikan kepastian hukum ketersediaan anggaran Pilkada. Kebutuhan anggaran di awal tahun 2017 mencapai Rp 17 Miliar.
"KPU menginginkan kepastian hukum ketersediaan seluruh anggaran pilkada sebesar Rp 42.7 miliar yang tertuang dalam NPHD sejak awal. Kepastian hukum ini akan memberikan keadilan dan kenyaman bagi masyarakat dan bagi peserta pilkada," katanya.
"KPU tetap berupaya mendorong satu tahun anggaran. Jika sampai batas akhir 30 april 2016 tidak tercapai NPHD, maka KPU Buleleng memiliki kewenangan akan menunda tahapan pilkada Buleleng," tegas Suardana.
Sikap KPU Buleleng mendapat dukungan dari anggota Komite I DPD RI Suardika. "Saya mendukung langkah yang akan diambil KPU Buleleng untuk menunda Pilkada jika memang tidak ada jaminan hukum ketersediaan anggaran Pilkada. Lebih baik Buleleng ikut Pilkada 2018 jika tidak ada anggaran yang pasti secara hukum daripada bermasalah di tengah jalan," kata Suardika.
Suardika menambahkan, semua kebutuhan anggaran Pilkada, baik oleh KPU, Bawaslu, TNI dan Polri harus tersedia di tahun 2016.
Suardika menyatakan tidak adanya jaminan anggaran Pilkada akan sangat berisiko merusak psikologi Pilkada. "Kepastian anggaran seharusnya dilakukan di awal. Karena, persiapan yang tidak didukung oleh ketersediaan anggaran akan sangat berbahaya. Jika NPHD dilakukan dua kali dikhawatirkan terlalu banyak ruang abu-abu, ruang negosiasi yang bisa merusak proses pilkada” ungkap Suardika.